Minggu, April 28, 2024
DepokHukrimJawa BaratPemerintahan

Kuasa Hukum YA Inginkan Majelis Hakim Pertimbangkan Yurisprudensi Putusan PN Lain

DEPOK,Lensaexpose.com – Sidang perkara Pidana dugaan penipuan penggelapan seperti yang dimaksud pasal 378 dan 372 yang digelar di pengadilan Negeri Depok, Rabu, 27 Maret dengan agenda tanggapan JPU (Jaksa Penuntut Umum) terhadap eksepsi yang dilakukan pihak penasehat hukum YA, dalam pokok perkara YA dilaporkan oleh saksi korban Daud Kornelius Komarudin.

Dalam perkara tersebut, menurut keterangan dari Penasehat Hukum YA dengan tegas menyatakan bahwasannya klien mereka tidak pernah menerima dana dari saksi Pelapor.

JPU dalam tanggapannya terhadap eksepsi Kuasa Hukum terdakwa, dengan tegas membantah semua eksepsi dari Kuasa Hukum YA, menurut JPU eksepsi dari Penasehat tidak dalam ruang lingkup perkara seperti yang tertuang dalam pasal 156 KUHAP.

Perlu diketahui bahwa YA juga sedang menggugat secara perdata terhadap saksi Pelapor pada perkara yang sangat bersinggungan dengan perkara pidana tersebut, namun dalam tanggapannya JPU dengan tegas menyatakan bahwa perkara perdata dengan penggugat YA sedangkan yang menjadi penggugat adalah Daud Kornelius Komarudin tidak bersinggungan.

Masih JPU dalam tanggapannya terhadap eksepsi penasehat hukum, dengan tegas juga mengatakan eksepsi penasehat hukum YA adalah upaya untuk menyesatkan atau berusaha mempengaruhi pandangan Majelis Hakim, JPU pada pokoknya meminta kepada Majelis Hakim agar tetap melanjutkan perkara pidana tersebut.

Sementara Penasehat Hukum YA seusai mendampingi YA dalam sidang dengan agenda tanggapan JPU terhadap Eksepsi Penasehat Hukum YA kepada wartawan mengatakan, ada beberapa tanggapan (JPU-red) menurutnya tidak sesuai.

Pertama, tambah Kuasa Hukum YA, dakwaan JPU tidak memenuhi ketentuan pasal 143 KUHAP ayat (4), dikatakannya, secara tidak langsung JPU mengakui bahwa apa yang dimaksud oleh pasal 143 ayat (4) itu tidak dipenuhi oleh JPU, kata dia, sehingga tadi tidak dibantah sama sekali oleh JPU. imbuhnya.

Ditambahkan Kuasa Hukum YA, terkait pemenuhan pasal 143 poin B bahwa dakwaan tidak jelas, tidak lengkap, menurut kami, terhadap hal itu, tanggapan dari JPU juga tidak membantah secara jelas kalau eksepsi kami (Penasehat Hukum YA-red) tidak berdasar. urainya.

Dikatakannya, apa yang disampaikan JPU dalam tanggapannya, apa yang didakwakan itu bukan tindak pidana melainkan perselisihan perdata, atau bukan bagian dari materi eksepsi.

“Saya kira itu tanggapan yang tidak berdasar, karena sudah beberapa kali menjadi Yurisfrudensi di berbagai putusan. Sudah banyak putusan menerima eksepsi dengan alasan bahwa dakwaan yang disampaikan JPU bukan merupakan materi pidana, melainkan perselisihan perdata, itu telah kami sampaikan dalam eksepsi,” tegasnya.

Tapi yang jelas, lanjut dia, apa yang kami sampaikan itu sudah beberapa kali diputuskan oleh Pengadilan Negeri lain, artinya secara hukum masuk dalam kewenangan lembaga Eksepsi ini untuk menyampaikan bahwa apakah perkara yang disampaikan itu dianggap perkara perdata, itu bisa masuk dalam pemeriksaan pokok perkara atau tidak, dan itu sudah banyak diputuskan oleh Pengadilan lain.

“Kami berharap Majelis Hakim bisa dengan bijak memutuskan ini, dan bisa mempertimbangkan Yurisfrudensi yang pernah diputuskan oleh Pengadilan lain”, harap Penasehat Hukum YA.

Di tempat yang sama, Mathilda salah satu Penasehat Hukum YA, menambahkan, masalah projudisialnya, dalam perkara perdata nomor 09, menurut JPU tidak ada titik singgungnya.

“Justru ini adalah titik singgungnya, karena yang dipakai dalam perkara perdata nomor 09 yang sekarang masuk dalam agenda jawab menjawab, Akta Akta yang dipakai, adalah Akta Akta yang dibawa JPU ke dalam persidangan ini, dimana kalimat tidak bersinggungannya,” tegasnya.

“Justru ini poin penting sekali, ketika di dalam perkara perdata ini, misalkan pihak dari penggugat, yaitu terdakwa itu dimenangkan, bagaimana dengan perkara pidananya”, imbuh Mathilda.

Tambah dia, memang eksepsi itu satu banding tiga, bisa dikabulkan atau diterima. Tapi kami berharap Majelis Hakim lebih objektif menangani perkara ini.

“Karena perkara perdata dan pidananya sangat bersinggungan, karena pada perkara perdatanya tergugat adalah pelapor dalam perkara pidana ini, jadi dimana bisa dikatakan tidak bersinggungan,” tegasnya. (Anggi)

Loading