Jumat, Juli 26, 2024
Ekonomi Bisnis

Rencana Perubahan Pengelolaan Sistem Kerjasama Menjadi Swakelola dan Pawongan, Petani : Kenapa Harus Lahan Garapan Kami?

Subang | LensaExpose.com- Dalam rapat PT. Sang Hyang Sri (PT. SHS) menyampaikan kepada sejumlah petani penggarap bahwa ada rencana perubahan sistem kerjasama menjadi swakelola atau pawongan di lahan garapan blok S-16 sampai S-19, L7 sampai L13 dengan total seluas 302 Hektar (Ha).

Para petani penggarap yang diwakili 7 ketua kelompok yang lahannya akan terdampak pada perubahan sistem oleh PT. SHS menemui Ketua Umum Ormas Gival Dauscobra di Sekretariat Ormas Gival pada hari Sabtu (29/10/2022) untuk menyampaikan keresahan mereka.

Kemudian pada Minggu (30/10/2022) sekira pukul 20:00 WIB, para petani kembali menemui Dauscobra untuk memusyawarahkan dan bermufakat isi berita acara untuk menolak rencana perubahan sistem pengelolaan lahan sawah yang akan diberlakukan oleh PT. SHS.

“Kami tetap menginginkan sistem kerjasama yang sudah berjalan puluhan tahun tidak berubah menjadi swakelola karena akan mencabut hak kami atas lahan garapan,” tegas Udin.(30/10/2022)

Para petani mengatakan bahwa sistem pawongan akan membatasi pengelolaan lahan karena petani dalam melakukan pengelolaan lahan pawongan akan diatur oleh PT. SHS dan itu akan membingungkan para petani baik waktu pemupukan dan penanggulangan hama atau penyakit yang datang tiba-tiba sedangkan PT. SHS belum tentu mampu menyiapkan Saprodinya.

“Dengan sistem pawongan selain kinerja kami dibatasi juga perhitungan pendapatan hasil produksi dari PT. SHS belum jelas dan pastikan keuntungan kami akan berkurang,” ungkap Udin.

Selain itu petani beranggapan sistem pawongan justru akan menurunkan hasil produksi.

“Cluster khusus untuk sistem swakelola saja yang sekarang sedang berjalan sekitar 400 Ha hasilnya produksi lebih buruk dari lahan sawah yang digarap oleh petani dengan sistem kerjasama,” ungkap Dauscobra.

Daus mengatakan sebelumnya ada sekitar 1.150 Ha cluster khusus untuk sistem swakelola yang sekarang dikurangi menjadi sekitar 800 Ha di lahan PT. SHS.

“Jadi kenapa PT. SHS merencanakan restorasi lahan swakelola mesti merambah ke lahan kerjasama yang selama ini menguntungkan PT. SHS, semestinya restorasi kembali ke lahan semula yang luasnya 1.150 Ha dan bukan di wilayah yang sekarang dipersoalkan oleh petani penggarap,” ucap Daus.

Daus menambahkan perubahan sistem kerjasama yang dikelola penggarap selain menguntungkan kedua belah pihak juga penggarap sudah taat dan menyadari hal dan kewajibannya.

“Jika PT. SHS memaksa perubahan sistem kerjasama ke sistem lain, maka ambil saja lahan garapan para bos petani dan pengusaha petani yang hutangnya masih menggunung dan jelas-jelas merugikan perusahaan,” tambah Daus.

Daus menegaskan bahwa PT. SHS harus berani melakukan restorasi swakelola di lahan-lahan semula yang diduga pada saat ini dikuasai oleh bos petani, perusahaan petani yang hanya memanfaatkan momen. Kenapa PT. SHS hanya berani kepada petani penggarap yang lemah. (Nali. S/ nanang)

Loading