Benarkah, RUU SISDIKNAS Adalah Upaya Untuk Meningkatkan Kesejahteraan Guru dan Dosen..?
Ditulis oleh : Adi Andrian, S. Pd. I (Guru PAI SDN 3 Tanjungkamuning Tarogong Kaler Garut)
“Sebuah kajian dan Analisa dari Berbagai Sudut Pandang yang Terintegrasi dengan Dunia Pendidikan”
Garut, Lensaexpose.com – Dalam beberapa pekan terakhir dunia pendidikan sempat dikejutkan dengan munculnya berita tentang telah resminya pemerintah mengajukan Rancangan Undang Undang Sistem Pendidikan Nasional {RUU SISDIKNAS) dalam program legislasi Nasional (Prolegnas) prioritas perubahan tahun 2022 Kepada Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI).
Usulan tersebut disampaikan dalam Rapat Kerja Pemerintah dengan Badan Legislasi pada Rabu (24/8) lalu.
RUU Sisdiknas ini disinyalir akan menjadi produk hukum yang mengintegrasikan serta sekaligus mencabut tiga Undang-Undang terkait pendidikan, yaitu Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, dan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi.
Pemerintah mengklaim sebagaimana dikatakan Direktur Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan (Dirjen GTK), Iwan Syahril melalui Taklimat Media secara virtual, Senin (29/8)
bahwa RUU Sisdiknas ini merupakan upaya pemerintah agar semua guru mendapat penghasilan yang layak sebagai wujud keberpihakan kepada guru.
RUU ini mengatur bahwa guru yang sudah mendapat tunjangan profesi, baik guru ASN (aparatur sipil negara) maupun non-ASN, akan tetap mendapat tunjangan tersebut sampai pensiun, sepanjang masih memenuhi persyaratan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Selanjutnya, beliau menerangkan bahwa guru ASN yang sudah mengajar namun belum memiliki sertifikat pendidik akan mendapatkan penghasilan yang layak sesuai Undang-Undang ASN.
Dengan demikian, guru ASN yang yang belum mendapat tunjangan profesi akan otomatis mendapat kenaikan pendapatan melalui tunjangan yang diatur dalam UU ASN, tanpa perlu menunggu antrean sertifikasi yang panjang,” ujarnya.
Sedangkan untuk guru non-ASN yang sudah mengajar namun belum memiliki sertifikat pendidik, maka pemerintah akan meningkatkan bantuan operasional satuan pendidikan untuk membantu yayasan penyelenggara pendidikan memberikan penghasilan yang lebih tinggi bagi gurunya sesuai Undang-Undang Ketenagakerjaan.
“Skema ini sekaligus membuat yayasan penyelenggara pendidikan lebih berdaya dalam mengelola SDM-nya,”
Dipihak lain PB PGRI melalui ketua umumnya Prof. Dr. Unifah Rosyidi M.Pd hari minggu (28/8/2022) menyayangkan hilangnya pasal dan ayat dalam draf RUU sisdiknas yang mengatur tentang Tunjangan Profesi Guru (TPG), Pengurus Besar Persatuan Guru Republik Indonesia (PB PGRI ) meminta pemerintah melalui Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) mengembalikan ayat tentang Tunjangan Profesi Guru (TPG) dalam RUU Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas), pengembalian ayat mengenai TPG tersebut sebagai bentuk pengakuan dan penghargaan akan keprofesian tenaga guru maupun dosen.
Dalam RUU Sisdiknas draf versi April 2022 yang beredar luas, di pasal 127, ayat 3 tertera jelas tentang pemberian tunjangan profesi bagi guru dan dosen, tapi tidak ada dalam versi Agustus 2022 yang beredar sehingga menimbulkan spekulasi bahwa pemerintah dengan sengaja menghilangkan program PPG daljab atau dalam pengertian lain pemerintah menutup pintu bagi guru yang sudah mengabdi lama untuk terpanggil mengikuti PPG daljab atau sertifikasi sebagaimana yang diamanatkan dalam UU no 14 tahun 2005 tentang guru dan dosen.
Dalam menyikapi perbedaan asumsi yang dikemukakan oleh pemerintah melalui kemendikbudristek dengan PB PGRI tentang Draf RUU sisdiknas seyogyanya kita sebagai guru dituntut untuk memiliki “sense of belonging” serta mampu berpikir kritis terhadap kebijakan yang akan diambil oleh pemerintah dan DPR RI dalam waktu dekat ini.
Karena di satu sisi ada potensi baik yang akan didapat oleh para Guru terutama bagi Guru yang belum tersertifikasi dengan “tambahan” penghasilan yang dijanjikan oleh pemerintah tetapi ada pula dampak yang cukup signifikan bagi guru yang belum sertifikasi karena dalam Draf RUU sisdiknas versi 22 agustus 2022 yang telah didaftarkan ke prolegnas itu secara jelas dan nyata telah menghilangkan beberapa ayat dalam pasal 127 yaitu ayat 2 sampai 10 yang memuat tentang ketentuan pemberian TPG bagi guru yang sudah tersertifikasi.
Ketika poin atau ayat tentang TPG ini hilang itu artinya bahwa PPG Daljab yang selama ini dinantikan oleh sekian juta guru yang belum mendapatkan apresiasi dari pemerintah lewat sertifikasi/TPG termasuk antrian 1,6 juta guru yang sudah lulus pretes PPG akan dengan sendirinya hilang dalam sistem pendidikan kita, kecuali model PPG prajab yang akan menjadi pintu masuk bagi peserta calon guru lulusan perguruan tinggi keguruan yang akan mengabdi menjadi guru disekolah- sekolah negeri maupun swasta.
Ketika ada niatan baik dari pemerintah untuk mengubah skema tunjangan guru dari TPG menjadi “tunjangan tambahan penghasilan yang layak” sebagaimana yang disampaikan oleh pihak kemendikbudristek, benarkah ini merupakan niatan yang tulus dari pemerintah untuk lebih pro terhadap kesejahteraan guru dan dosen..?
Benarkah RUU sisdiknas yang tidak akan lama lagi disahkan adalah bentuk dari keberpihakan pemerintah kepada guru sebagaimana klaim pemerintah bahwa RUU sisdiknas ini adalah upaya untuk meningkatkan kesejahteraan guru..? Untuk menjawab pertanyaan- pertanyaan tersebut tentu kita harus siapkan referensi- referensi yang akurat sekaligus menganalisanya secara objektif dan rasional.
Dalam konteks neraca APBN Seperti yang dilansir dalam media online Nasional, Kepala Badan Kebijakan Fiskal, Kementerian Keuangan, Febrio Kacaribu mengatakan., defisit APBN 2022 direncanakan Rp 868 triliun atau setara 4,85 persen dari PDB sementara itu Utang Luar Negeri (ULN) Indonesia seperti yang dilansir Bank Indonesia (BI) dan dimuat dalam liputan6.com (10/8/2022) bahwa Posisi Utang Luar Negeri Indonesia pada akhir kuartal II 2022 tercatat sebesar USD 403 miliar atau Rp 5.924 triliun, turun dibandingkan dengan posisi ULN pada triwulan sebelumnya sebesar USD 412,6 miliar atau Rp 6.065 triliun.
Situasi faktual tentang kondisi finansial negara indonesia ini yang dalam keadaan “tidak baik-baik saja” ini memunculkan spekulasi bahwa negara akan terus mem “push” pos-pos pengeluaran anggaran dari setiap kementrian termasuk didalamnya pos anggaran dari kementrian pendidikan kebudayaan riset dan teknologi (kemendikbudristek), upaya untuk menekan pengeluaran negara dari pos-pos anggaran setiap kementrian menjadi sebuah hal yang logis dilakukan oleh mereka karena dengan “dalih” menyelematkan APBN maka mereka akan secara “membabi buta” menghantam pos-pos anggaran yang bisa ditekan walaupun itu bisa berdampak besar terhadap masyarakat dan komunitas masyarakat tertentu.
Dengan posisi neraca keuangan dan postur APBN yang sedang mengalami defisit serta Utang luar negeri Indonesia yang begitu membengkak, lalu yang menjadi pertanyaan berikutnya adalah dari manakah anggarannya ketika ada niatan kemendikbudristek untuk “menambah penghasilan yang layak” bagi guru dan dosen terutama bagi mereka guru yang belum tersertifikasi..?
Atau jangan-jangan kita kembali harus “berhalusinasi” sebagaimana janji kampanye pilpres terdahulu bahwa kita punya uang 11 ribu triliun, yang ujung-ujungnya utang luar negeri kita makin meroket? Kalau seandainya ada niatan yang tulus dari pemerintah untuk membangun dunia pendidikan dari aspek kesejahteraan yang salah satunya adalah penyertaan “penghasilan tambahan” bagi guru yang belum sertifikasi lalu kenapa justru dalam konteks yang lain pasal dan ayat tentang TPG dalam draf RUU sisdiknas ini dihilangkan..?
Sehingga memunculkan asumsi dan spekulasi bagi sekian juta guru yang belum sertifikasi bahwa telah pupuslah harapan mereka untuk bisa menjadi guru profesional melalui jalur PPG daljab.
Ketentuan tambahan penghasilan bagi guru seperti apa yang telah disampaikan oleh mendikbudristek besarannya tentu tidak akan sebanding dengan besaran nominatif dalam TPG bahkan kalau kita analogikan penyertaan penambahan penghasilan bagi guru yang belum sertifikasi polanya kemungkinan besar tidak akan jauh berbeda dengan pola Bantuaan Langsung Tunai (BLT) / bansos yang dari sisi penganggarannya akan disesuaikan dengan anggaran yang tersedia bukan pola dimana semua guru yang sudah masuk dapodik secara otomatis akan mendapatkan tunjangan yang dimaksud.
Kita tentu tidak mau terjebak dengan paradigma berpikir yang pragmatis yang hanya mengedepankan kepentingan sesaat sehingga mengorbankan kepentingan yang lebih besar manfaatnya oleh karena itu sebelum kita melangkah dan mengambil sikap antara menerima dan menolak RUU sisdiknas ini tentu kita harus memahaminya dalam konteks yang lebih komprehensif,RUU sisdiknas ini patut diduga sebagai bagian dari “monopoli” perundang-undangan sebagaimana pengalaman terdahulu betapa “superiornya antara pemerintah dan DPR melakukan “Pemufakatan” dan mensyahkan secara diam-diam tentang UU No 11 tahun 2020 tentang cipta kerja omnibuslaw yang dalam perjalanannya banyak merugikan para buruh.dan sempat ditentang oleh beberapa komunitas organisasi perburuhan tetapi pemerintah dan DPR tidak bergeming dengan segala penolakan tersebut.
Nasib dari RUU sisdiknas ini diprediksi tidak akan jauh berbeda dengan polarisasi yang dilakukan pemerintah dan DPR terkait dengan UU cipta kerja omnibuslaw oleh karenanya kalau RUU sisdiknas ini dianggap bakal merugikan dan mengancam perjalanan PPG daljab yang sudah berjalan dari tahun 2005 maka tentu harus ada langkah-langkah yang kongrit dan masif dari berbagai elemen komunitas guru supaya pemerintah dan DPR mengakomodir tuntutan dari sebagian besar guru untuk tidak menghilangkan pasal dan ayat tentang TPG dalam draf RUU sisdiknas 2022 sehingga masih ada kesempatan dan peluang bagi guru – guru yang belum tersertifikasi untuk bisa mewujudkan mimpi-mimpinya terpanggil PPG daljab dan menjadi guru profesional serta diapresiasi oleh pemerintah melalui pemberian Tunjangan profesi Guru (TPG).
Kita tentu sangat mengapresiasi niatan baik pemerintah untuk bisa lebih memperhatikan kesejahteraan guru lewat program penyertaan anggaran tambahan bagi guru yang belum mendapatkan TPG.
Tetapi niatan baik itu tentu tidak harus dengan memukul dan menyetop program yang sudah bagus dan menjadi cikal bakal dari lahirnya guru yang profesional, program yang baik yang diharapkan oleh semua kalangan guru adalah program dan kebijakan yang bisa mengakomodir semua kalangan dalam dunia pendidikan.
Yaitu dengan menyandingkan kedua program yaitu program pemberian penghasilan guru yang belum sertifikasi dan mensupport terus guru untuk bisa mengikuti PPG Daljab sehingga kesejahteraannya makin meningkat karena mendapatkan TPG, sehingga ketika 2 program ini disandingkan dan diwujudkan dalam bentuk aturan perundang undangan semisal UU sisdiknas maka inilah kebijakan yang terbaik dan sangat bermanfaat bagi semua kalangan guru karena tidak ada yang merasa dikorbankan dan dirugikan dari sebuah kebijakan produk Undang- Undang.
Demikian terima kasih.