Polemik Program BPNT di Parung Semakin Hangat, Bahkan Kabarnya Sampai Keranah Hukum
BOGOR, Lensaexpose.com – Polemik penyaluran Program Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT) di wilayah Kecamatan Parung, Kabupaten Bogor belakangan ini ramai diperbincangkan dan semakin berkembang, bahkan sampai keranah hukum.
Hal ini berawal dari protes seorang warga yang menjadi Keluarga Penerima Manfaat (KPM) di Desa Cogreg terkait komoditi yang diterimanya dianggap tak layak disalurkan oleh agen e-warong.
Polemik itupun terus berkembang ke berbagai hal lainnya, mulai dari soal jumlah KPM, penambahan agen e-warong, suplier (pemyalur) komoditi dan sebagainya. Bahkan dikutip dari sejumlah informasi yang beredar di media sosial serta kabar yang ramai di bicarakan warga bahwa saat ini protes KPM sudah sampai pada adanya laporan ke pihak kepolisian.
“Iya kemarin saya dengar ada KPM dari Desa Cogreg yang laporan ke Polsek soal tindakan dari petugas kecamatan Parung yang terjadi pasca protes KPM soal komoditi BPNT.” ungkap seorang warga yang enggan namanya dituliskan. (28/12)
Awak media pun mengkonfirmasi kabar polemik yang memyeret nama dari staf Kecamatan Parung yang diduga telah mengintimidasi warga berinisial RN dari Desa Cogreg selaku KPM yang protes terkait salah satu jenis komoditi yang dianggapnya tidak layak.
Ditemani oleh Sekcam Parung, Ramdan Firdaus, staf kecamatan berinisial SD yang menjabat sebagai Kasi Kesra ini membantah jika dirinya telah melakukan intimidasi ke KPM dengan memgancam akan mencabut status KPM warga dan dia membantah bahwa dirinya telah mengatakan tidak takut pada polisi.
“Saat itu, saya datang bersama rekan IS karena ada tugas dari Bapak Camat agar mengecek kebenaran informasi keluhan dari KPM terkait komoditi yang tak layak. Kami datangi agen e-warong, lalu kami bertiga menemui ibu RN dan suaminya di kediaman mereka,” ujar SD. (27/12)
Ia berkilah tidak ada sama sekali niat dan kalimat yang bernada intimidasi ke KPM apalagi mengaku tidak takut pada polisi. Menurutnya, dia hanya mau menjelaskan bahwa setiap keluhan warga soal BPNT seharusnya dibicarakan ke agen, TKSK, Pemerintah Desa atau Kecamatan.
“Saya juga menanyakan soal bantuan PKH ke ibu tersebut. Lalu saya tanya juga soal komoditi sudah diganti apa belum? Beliau jawab sudah. Mungkin karena logat aksen bahasa saya yang berbeda, beliau (KPM-Red) merasa atau menganggap saya mengintimidasi,” paparnya.
SD melanjutkan, setelah dirasa cukup untuk mengklarifikasi persoalan protes KPM atas nama RN dan agen e-warong SM, dirinya pun merasa tugasnya sudah selesai dan telah melaporkan hasilnya kepada Camat Parung.
“Tapi belakangan berkembang polemik kalau saya disebut telah mengintimidasi KPM. Namun hingga saat ini belum ada dari pihak manapun termasuk dari awak media yang langsung konfirmasi kepada saya. Jujur polemik ini mengganggu etos kerja saya. Bahkan, kemaren saya sudah mendatangi lagi rumah KPM tersebut untuk menemuinya. Tapi beliau tidak ada di rumah.” tukas SD.
Sementara Sekcam Parung, Ramdan Firdaus yang memfasilitasi pertemuan sejumlah awak media dengan SD dan IS mengaku hingga saat ini semua program bantuan jaring pengaman sosial berjalan normal dan tidak ada masalah.
“Sejauh ini semua berjalan lancar dan baru soal ini saja yang jadi ramai. Kami dari kecamatan hanya monitoring dan evaluasi. Karena untuk soal teknis dan pelaksanaan dilapangan, pihak TKSK dan pendamping yang lebih faham.” ucapnya.
Sedangkan Tenaga Kesejahteraan Sosial Kecamatan (TKSK) Parung, A. Dimyati hingga berita dibuat masih belum bisa dimintai tanggapan dan keterangannya. Bahkan sejak satu hari polemik muncul, nomor handphone yang bersangkutan belum juga bisa dihubungi.
Terpisah, Camat Parung Yudi Santosa yang dikonfirmasi media terkait adanya kabar telah dibuat laporan polisi dari warga KPM terhadap staf kecamatan yang menjadi bawahannya, mengaku jika hal itu adalah hak dari setiap orang atau warga di dalam negara hukum.
“Saya katakan kepada staf saya, kalau dia merasa gada masalah atas tugas yang saya berikan, kenapa harus takut? Kalau merasa benar, malah dia bisa lapor balik pencemaran nama baik. Tapi saya tidak merekomendasikan hal itu, karena walau bagaimana pun kami ini adalah pelayan masyarakat dan untuk mendewasakan masyarakat bukan dengan cara ribut – ribut apalagi harus lapor – lapor.” tandas Yudi Santosa. (Rd)