Unjuk Rasa dari Aliansi BEM Se-Purwakarta, Prosesi Negosiasi Alot, Akhinya Diterima Ketua Sementara DPRD dan Perwakilan Fraksi
PURWAKARTA,Lensaexpose.com — Ratusan mahasiswa se-Kabupaten Purwakarta, Jawa Barat yang tergabung dalam Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) berunjuk rasa ke gedung DPRD Kabupaten Purwakarta, Jumat 23 Agustus 2023.
Mereka (para mahasiawa) tiba di depan gedung DPRD Purwakarta sekitar pukul 15.29 Wib. Sebelum memasuki gedung dan diterima pimpinan serta para perwakilan fraksi-fraksi di DPRD Purwakarta, para mahasiswa mengadakan orasi dan sempat membakar ban bekas.
Koordinator unjuk rasa, Sela Amelia, mahasiwa dari UPI Kampus Purwakarta sempat mengadakan negosiasi dengan Sekretaris DPRD Drs. H. Suhandi, M.Si dengan dikawal sejumalh aparat kepolisian meminta mereka – seluruh mahasiswa yang berunjuk rasa – diizinkan masuk ke gedung DPRD. Tak lama berselang, Kapolres Purwakarta, AKBP Lilik tiba di lingkungan gedung DPRD. Sekretaris DPRD kemudian menghubungi ketua sementara DPRD, Sri Puji Utami yang sedang mengikuti Orientasi pendalaman materi. Orientasi pendalam materi wajib diikuti oleh seluruh anggota DPRD yang sudah dilantik dan diamblil sumpah janjinya.
Pada pukul 16.45, para mahasiswa diizinkan masuk dihalaman gedung DPRD. Pukul 17.42 Wib, ketua sementara DPRD Purwakarta Sri Puji Utami bersama perwakilan dari fraki-fraksi tiba dari Bandung dan langsung berdialog dengan para mahasiswa.
Selanjutnya para mahasiswa yang menamakan diri Gerakan Purwakarta Mengawal membacakan seruan dan sikap.
“Seruan untuk Menjaga Demokrasi dan Keadilan Purwakarta, 23 Agustus 2024. Gerakan Purwakarta Mengawal menyampaikan sikap tegas dan seruan kepada seluruh masyarakat, pemerintah, dan lembaga terkait dalam upaya menjaga keberlanjutan demokrasi dan penegakan hukum di Indonesia. Aliansi ini terbentuk atas dasar keprihatinan terhadap berbagai dinamika yang berpotensi mengancam kemunduran demokrasi dan keadilan dalam proses Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada),” ujar Sela Amelia.
Dikatannya, dalam konteks politik Indonesia saat ini, terjadi ketegangan yang serius terkait dengan pembahasan Revisi Undang-Undang Pemilihan Kepala Daerah (UU Pilkada) oleh Presiden dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Revisi ini dianggap bertentangan dengan prinsip-prinsip demokrasi dan dikhawatirkan dapat mengancam kedaulatan rakyat dalam memilih pemimpin daerah mereka.
Pada tanggal 20 Agustus 2024, Mahkamah Konstitusi (MK) telah mengeluarkan dua putusan penting, yakni Putusan Nomor 60/PUU-XXII/2024 dan Putusan Nomor 70/PUU-XXII/2024. Kedua putusan ini menegaskan pentingnya mempertahankan sistem pemilihan langsung yang selama ini dijalankan.
Putusan tersebut juga menegaskan bahwa setiap upaya untuk merevisi UU Pilkada yang bertentangan dengan prinsip konstitusional harus dihentikan.
Hingga saat ini seluruh elemen mengawal penghentian pembahasan Revisi UU Pilkada tersebut. Tindakan ini dianggap mengabaikan putusan MK, yang seharusnya bersifat final dan mengikat.
Kondisi ini memunculkan kekhawatiran akan munculnya tirani dan otokrasi di bawah rezim Presiden Joko Widodo dan partai politik pendukungnya. Oleh karena itu, tuntutan ini diajukan untuk mendesak Presiden dan DPR menghentikan pembahasan Revisi UU Pilkada dan mematuhi Putusan Mahkamah Konstitusi. Selain itu, Komisi Pemilihan Umum (KPU) sebagai lembaga penyelenggara pemilu diharapkan segera menindaklanjuti
putusan MK tersebut, demi menjaga integritas demokrasi di Indonesia.
Jika Revisi UU Pilkada tetap dilanjutkan tanpa memperhatikan putusan MK, maka masyarakat sipil akan bersatu melakukan pembangkangan sipil sebagai bentuk perlawanan terhadap rezim yang dianggap otoriter. Langkah ini juga mencakup boikot terhadap pelaksanaan Pilkada 2024, sebagai wujud ketidakpercayaan terhadap proses politik yang tidak lagi menjunjung tinggi prinsip prinsip demokrasi dan hukum yang berlaku.
Di tengah situasi politik nasional yang semakin memanas, Pilkada menjadi salah satu momentum penting dalam menentukan arah masa depan bangsa. Namun, berbagai indikasi yang muncul di lapangan menunjukkan adanya potensi pelanggaran, ketidakadilan, dan upaya intervensi yang dapat merusak esensi demokrasi itu sendiri. Menyoroti adanya praktik kecurangan, penyalahgunaan kekuasaan, dan upaya untuk mempengaruhi proses peradilan demi kepentingan politik tertentu.
Situasi ini tidak hanya mengancam kemurnian demokrasi, tetapi juga memicu keresahan di kalangan masyarakat yang khawatir bahwa pemimpin yang terpilih nanti tidak mewakili aspirasi rakyat secara jujur dan adil. Atas dasar itulah, Gerakan Purwakarta Mengawal dibentuk, dengan tujuan untuk mengawal dan memastikan bahwa proses Pilkada berjalan sesuai dengan prinsip-prinsip demokrasi, keadilan, dan hukum.
Gerakan Purwakarta Mengawal adalah sebuah koalisi yang terdiri dari Aliansi BEM Purwakarta, masyarakat sipil, XTC dan cipayung dari GMNI, HMI, KAMMI, Hima PERSIS yang berkomitmen untuk menjaga keberlanjutan demokrasi dan keadilan di Indonesia. Aliansi ini bertujuan untuk mengawasi dan memastikan bahwa proses demokrasi berjalan sesuai dengan prinsip-prinsip keadilan dan hukum yang memiliki komitmen yang sama dalam menjaga integritas demokrasi di Purwakarta dan Indonesia secara umum. Kami percaya bahwa dengan bersatu dan mengawasi bersama, kita dapat mencegah terjadinya pelanggaran dan memastikan bahwa suara rakyat tidak disalahgunakan.
Adapun poin tuntutan dari mahasisa yang disampaikan dihadapan dihadapan ketua sementara DPRD, Sri Puji Utami yang didampingi perwakilan Fraksi-frkasi di DPRD Purwakarta antara lain, Karwita (F.Golkar), Said Ali Azmi (F.Gerindra), Entis Sutisna (F. PDIP), Lutfi Bamala (F. NASDEM), Dulnasir (F. DEPAN), Teddy Nandung (F. Gerindra), Elan Sopian (F.Golkar) dan Elthon Brameista (FNASDEM).
Koordinator BEM se-Purwakarta, Sela Amelia – mahasiswa UPI Kampus Purwakarta – membacakan poin *tuntutan daerah*;
1. Mengecam segala tindakan yang dapat mengancam kemunduran atau kehancuran demokrasi. Kami menegaskan pentingnya menjaga demokrasi sebagai pilar utama dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Segala bentuk ancaman terhadap demokrasi harus dilawan dan dicegah dengan tegas.
2. Mendesak Pemerintah, KPU, dan Bawaslu untuk melaksanakan dan mengawasi Pemilihan Kepala Daerah yang sehat, bersih, jujur, adil, dan sesuai aturan. Pelaksanaan Pilkada harus mencerminkan integritas dan transparansi. Kami mendesak agar semua pihak terkait menjalankan tugasnya dengan penuh tanggung jawab untuk memastikan proses demokrasi yang adil dan bebas dari kecurangan.
3. Mengajak segenap lapisan masyarakat untuk terus mengawal, mengawasi, dan melaporkan segala bentuk pelanggaran Pemilihan Kepala Daerah kepada dinstansi/lembaga berwenang. Partisipasi aktif masyarakat sangat penting dalam menjaga jalannya Pilkada. Kami menyerukan kepada seluruh warga untuk tidak ragu melaporkan setiap indikasi pelanggaran yang mereka temui.
4. Mengecam segala bentuk intervensi kekuasaan dan intervensi politik terhadap lembaga kehakiman dan proses peradilan. Kami menentang keras upaya intervensi dalam proses hukum dan menegaskan bahwa lembaga kehakiman harus independen dan bebas dari tekanan politik dalam menjalankan tugasnya.
5. Mendukung semua pihak yang berupaya menjaga demokrasi, memperjuangkan keadilan, dan menegakkan hukum. Kami memberikan dukungan penuh kepada individu dan organisasi yang berkomitmen dalam upaya memperjuangkan demokrasi, keadilan, dan penegakan hukum di Indonesia.
6. Mengimbau semua elemen dan individu untuk tidak terprovokasi oleh tindakan yang merusak kebhinekaan dan kesatuan. Kami mengajak seluruh lapisan masyarakat untuk tetap bersatu dan tidak terprovokasi oleh upaya yang berpotensi memecah belah bangsa.
7. Mengajak masyarakat untuk menolak segala bentuk kekerasan, intoleransi, diskriminasi, tindakan merusak, ketidakadilan yang mencederai demokrasi, hukum, dan hak asasi manusia.
Para mahasiswa juga mengajukan *poin tuntutan Nasional:*
1. Mengawal penghentikan pembahasan Revisi UU Pilkada dan mematuhi Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 60/PUU-XXII/2024, tanggal 20 Agustus 2024 dan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 70/PUU-XXII/2024, tanggal 20 Agustus 2024;
2. KPU menindaklanjuti Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 60/PUU-XXII/2024, tanggal 20 Agustus 2024 dan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 70/PUUXXII/2024, tanggal 20 Agustus 2024;
3. Jika Revisi UU Pilkada dilanjutkan dengan mengabaikan Putusan Mahkamah Konstitusi, maka segenap masyarakat sipil melakukan pembangkangan sipil untuk melawan tirani dan autokrasi rezim Presiden Joko Widodo dan partai politik pendukungnya dengan memboikot Pilkada 2024. Kami menolak dengan tegas segala tindakan yang bertentangan dengan nilai-nilai demokrasi dan hak asasi manusia serta mengajak seluruh elemen bangsa untuk berdiri bersama dalam melawan ketidakadilan
Gerakan Purwakarta Mengawal berkomitmen untuk terus mengawal proses demokrasi di Purwakarta dan di Indonesia secara keseluruhan. Kami percaya bahwa dengan kerja sama dari semua pihak, kita dapat memastikan bahwa Pilkada berlangsung dengan adil, jujur, dan sesuai dengan aturan hukum yang berlaku. Hidup Demokrasi!
Tepat pukul 18.08 Wib, para mahasiswa membubarkan diri setelah ketua sementara DPRD Sri Puji Utami dan Koordinator aksi unjuk rasa menanda tangani tuntutan dari para mahasiwa untuk disampaikan kepada masing-masing perwakilan partainya di DPR RI. (Ded/Cardi)